Penyerbukan [polinasi] adalah mekanisme memindahkan serbuk sari ke putik akibat struktur bunga yang terpisah antara bunga jantan [serbuk sari] dan bunga betina [putik] (Ghazoul and McLeish 2001, Regal, 1982, Steffen-Dewenter and Tscharntke 1999). Bisa terjadi secara abiotik melalui bantuan angin dan secara biotik oleh bantuan serangga, burung, dan kelelawar. Pada proses penyerbukan secara biotic terjadi akibat aktifitas makannya baik sebagai pemakan pollen [serbuk sari] maupun penghisap nectar [madu] pada putik hal ini berkaitan erat dengan tipe mulut dari serangga yang bertindak sebagai penyerbuk. Karakteristik bunga baik fisik seperti bentuk bunga, warna bunga, dan lainnya serta karakteristik biokimia mempengaruhi ketertarikan penyerbuk tertentu untuk melakukan aktifitas makan yang secara tidak langsung melakukan penyerbukan.
Pengaruh karakteristik bunga ini menyebabkan terjadinya asosiasi yang umum dan juga spesifik antara penyerbuk. Apanah [1990] membuktikan adanya hubungan yang erat antara serangga penyerbuk dengan tanaman yang diserbukinya berdasarkan bau bunga. Selain karakteristik bunga, Bawa [1990] mengatakan juga bahwa strata vegetasi habitat tanaman juga menentukan jenis penyerbuknya. Berdasarkan hubungan karakteristik bunga dan habitat tanaman dengan penyerbuk fungsional [aktifitasnya berfungsi sebagai penyerbuk], terdapat dua kelompok penyerbuk yakni penyerbuk fungsional generalis dan kelompok penyerbuk fungsional spesialis. Pada kelompok penyerbuk fungsional generalis, berbagai tanaman mampu diserbuki oleh penyerbuk sementara pada kelompok penyerbuk fungsional spesialis hanya tanaman tertentu saja yang sering diserbuki akibat refleksi terhadap karakteristik bunga maupun habitat tanaman.
Jika melihat pada hubungan antara penyerbuk dengan tanaman, terdapat hubungan simbiosis mutualisme dimana tanaman mampu membentuk buah akibat tindakan penyerbuk yang mencari sumberdaya makanan pada bunga tanaman. Serangga merupakan polinator utama pada banyak spesies tanaman terutama di daerah tropis (Bawa 1990). Kita ketahui bahwa beberapa spesies tanaman bergantung pada polinator untuk bereproduksi dan memungkinkan tanaman tersebut punah tanpa adanya polinator (Powell and Powell 1987, Steffan-Dewenter and Tscharntke 1999). Hal ini terjadi terutama pada tanaman yang memiliki struktur bunga jantan dan bunga betina yang terpisah jauh baik berada pada satu tanaman [berumah satu] maupun pada dua tanaman [berumah dua].
Proses penyerbukan tanaman bisa diukur mulai dari yang manual hingga modern. Misalnya melalui pengamatan jenis dan frekuensi serangga yang mengunjungi bunga (Aizen and Feinsinger 1994, Ghazoul dan McLeish 2001, Sakai et al. 1999, Steffan-Dewenter and Tscharntke 1999, Steffan-Dewenter et al. 2001). Jenis dan jumlah serangga tersebut dipastikan dengan melakukan pemasangan perangkap untuk mengumpulkan serangga yang mengunjungi bunga dan kemudian dihitung dan diidentifikasi (S. Johnson et al. 2004). Proses penyerbukan yang terjadi dapat juga diukur dari aspek jumlah biji yang berhasil dibuahi per bunga untuk spesies polinator tertentu yang inkompatible (Steffan-Dewenter et al. 2001, S. Johnson et al. 2004). Metode berbasis molekuler juga sudah dilakukan dalam mengukur penyerbukan tanaman melalui Electrophoresis benih yang mengandung alleles [bentuk gen] pada penyerbukan tanaman yang tidak berdekatan (Kohn and Casper, 1992) untuk mengetahui kebenaran terjadinya proses perkawinan silang dan juga dengan menggunakan Teknik Penanda DNA diantara pollen tanaman (G.White et al. 2002)
Tags
Artikel