Tingkat Antagonisme Rhizobakteria TDRP 241 terhadap Xhantomonas axonopodis pv alii

Bakteri Xanthomonas axonopodis pv. allii (Xaa) penyebab penyakit hawar daun bakteri [HDB] menyerang semua umur tanaman dan telah tersebar di daerah sentra produksi bawang merah Sumatera Barat dengan persentase serangan mencapai 100 % di Kab. Solok dan 39,62 % di Kab. Agam [Resti et al 2007]. Penyakit ini menyebabkan kehilangan hasil 100 %, pada kondisi lingkungan yang mendukung [Schwart dan Gent, 2006] dan menyebar melalui benih [seedborn patogen] dengan inang lain bawang putih, bawang daun, dan bawang bombay (Raumagnac et al, 2004]. Beberapa bakteri antagonis mampu dimanfaatkan untuk mengendalikan patogen tersebut, diantaranya rhizobakteria. Rhizobakteria indegenus dinyatakan banyak peneliti memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengendalikan patogen yang bersama-sama berada pada satu ekosistem. Yanti dan Resti [2008] mendapatkan 10 isolat bakteri endofit indigenus terpilih yang memiliki kemampuan menekan penyakit HDB dengan efektivitas penekanan antara 4,87% - 98,99% pada percobaan secara inplanta. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan menekan perkembangan tanaman merupakan mekanisme induksi ketahanan tanaman dimana bakteri endofit tersebut mampu menghasilkan IAA dengan konsentrasi antara 0,23 – 0,24 ppm. Untuk menguji mekanisme langsung dalam bentuk antibiosis bakteri Xaa dengan rhizobakteria isolat TDRP241 telah dilakukan uji antagonisme inhibitasi [zona hambat] menggunakan kertas cakram yang direndam bakteri antagonis kemudian dicoculturkan dengan bakteri patogen pada media NA di ruang inkubasi dengan suhu kamar. Sel bakteri Xaa murni dipanen menggunakan spatula dengan ditambahkan sedikit aquades. Suspensi Xaa ini kemudian divortek dan diukur kekeruhannya menggunakan standar Macfarland dengan menambahkan aquades hingga diperoleh kekeruhan 105. Bakteri antagonis dipanen dengan cara yang sama akan tetapi dibuat tingkat kekeruhannya 108. Media NA sebanyak 9 ml pada tabung gelas yang telah dipanaskan setelah agak dingin ditambahkan 1 ml suspense bakteri Xaa kemudian divortex dan dituangkan pada petri disk. Suspensi bakteri antagonis dituangkan kedalam petri disk kemudian 8 buah kertas cakram direndam dalam petri tersebut selama 15 menit. Dua buah kertas cakram kontrol direndam 15 menit dalam aquades. Selanjutnya kertas cakram disusun pada petri di lima titik diagonal dimana kertas cakram kontrol berada ditengah-tengah petridisk kemudian disolasi dan diinkubasi. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan menggambar bidang keliling zona hambat dan selanjutnya dihitung luas zona hambatnya. Hasil studi menunjukkan bahwa hingga 3 x 24 jam zona hambatan yang ditunjukkan oleh rhizobacteria menunjukkan peningkatan, setelah itu tetap konstan sehingga pengamatan dihentikan. Kemampuan zona hambat dalam waktu 1x24 jam cukup tinggi yakni mencapai 27% [rata-rata luas zona hambat 4,39 cm2]. Peningkatan rata-rata tingkat zona hambat dari 2 sampel petri disk dengan masing-masing 4 sampel kertas cakram pada 1x24 jam ke 2x24 jam sebesar 1,21 cm2 [6%] sedangkan dari 2x24 jam ke 3x24 jam sebesar 0,70 cm2 [4%]. Pada kertas cakram kontrol muncul zona hambat karena kertas cakram terkontaminan rhizobacteria akibat penggunaan pinset yang sama ketika memindahkan kertas cakram meskipun sebelumnya sudah dicuci dulu dengan aquades steril. Tingkat zona hambat kertas cakram kontrol pada 1x24 jam rata-rata 0.25 cm2 yang kemudian meningkat di 2x24 jam sebesar 0.53 cm2 dan naik 0,07 cm2 di 3x24 cm. Jika melihat besarnya zona hambat yang muncul pada masing-masing petri disk, luas zona hambat sampel kertas cakram perlakuan relatif seragam, hal ini diduga karena konsentrasi koloni bakteri yang menempel pada kertas cakram relatif sama. Pada control yang berada ditengah terlihat tersaingi dalam perkembangan zona hambat hal ini diduga karena koloni yang terkontaminan pada kertas cakram pun sedikit. Hingga akhir pengamatan saat perkembangan zona hambat konstan, tidak terjadi penyatuan zona hambat antara 4 sampel pada petri disk, hal ini membuktikan bahwa sesama bakteri tidak terjadi kompetisi untuk saling mengalahkan dengan koloni lainnya. Koloni-koloni mereka membatasi dalam perolehan sumberdaya dengan koloni lainnya dengan adanya cairan bening yang diduga sebagai sensor deteksi keberadaan teman koloninya. Dapat disimpulkan beberapa hal dari studi antibiosis antara Rhizobacteria TDRP241 terhadap Xaa antara lain : [a] Rhizobacteria TDRP241 mampu menekan perkembangan bakteri Xaa secara invitro; [b] tingkat zona hambat pada 1x24 jam mampu mencapai 27% dan naik terus hingga 40% untuk kemudian konstan [tetap]; [c] zona hambat yang terbentuk tidak pernah bersatu antara masing-masing sampel, hal ini diduga karena sifat koloni yang membatasi diri dengan koloni lainnya dalam memperoleh sumberdaya dengan ditemukannya zona bening; [d] dengan asumsi bahwa jumlah koloni yang menempel pada kertas cakram sama menunjukkan perkembangan zona hambat masing-masing sampel yang relatif sama.

Rudy_Bogor

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama