Perilaku Parasitoid Menyeleksi Inang

Parasitoid ialah organisme yang menghabiskan sebagian besar riwayat hidupnya di dalam organisme inang tunggal yang akhirnya membunuh karena menjadikan inang sebagai makanannya. Organisme inang tempat parasitoid berkembang merupakan serangga. Biasanya parasitoid tidak menyerang serangga dewasa melainkan pada fase pra dewasa [telur, larva, dan pupa], sementara parasitoid yang menyerang serangga dewasa parasitoid tersebut disebut hyperparasit. Parasitoid termasuk kedalam serangga entomophagus yang menyerang serangga lain atau hidup dengan memakan serangga lain. Berbeda dengan predator parasitoid hanya memakan satu jenis inang saja hingga pertumbuhannya mencapai dewasa. Selain itu pertumbuhannya di dalam tubuh inang biasanya menghancurkan inangnya; ukuran inang biasanya lebih besar dari pada parasitoid; inang biasanya memiliki kelas taksonomi yang sama; hanya larva parasitoid yang hidup pada tubuh inang, sementara dewasanya hidup bebas; parasitoid tidak memperlihatkan keberagaman yang tinggi; dan dinamika populasinya hampir serupa dengan inangnya. Terdapat dua jenis parasitoid. Pertama disebut dengan parasitoid idiobion yakni parasit yang mencegah pertumbuhan inang setelah parasitisasi awal, khusus melibatkan tahapan hidup inang yang tak bergerak (misalnya, telur atau kepompong), dan hampir tanpa pengecualian parasitoid tinggal di luar inang. Kedua disebut parasitoid koinobion yang memugkinkan inangnya terus berkembang dan sering tidak membunuh atau mengambil makanan dari inang hingga menjadi kepompong ataupun dewasa; khusus melibatkan tahapan hidup dalam inang bergerak. Koinobion dapat dibagi lagi menjadi endoparasitoid, yang tumbuh dalam inangnya, dan ektoparasitoid, yang tumbuh di luar badan inang, meskipun sering berikatan atau berlekatan dengan jaringan inang.
Perilaku [behavior] dapat diartikan sebagai bentuk tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan yang divisualisasikan dengan aksi atau tindakan tertentu. Pola aksi atau tindakan tertentu untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yg dipelajari oleh individu dan yang dilakukannya secara berulang untuk hal yang sama disebut sebagai kebiasaan [habit]. Sementara seleksi dapat diartikan sebagai pemilihan untuk mendapatkan yang terbaik. Karena parasitoid hanya hidup pada satu jenis inang dengan kelas taksonomi yang sama, keberadaannya hanya ditemukan dimana serangga inang tersebut berada, sehingga menyebabkan terjadi hubungan yang tergantung kepadatan [density dependent] antara parasitoid dan inangnya dimana semakin banyak inang maka akan semakin banyak juga parasitoidnya. Akan tetapi, secara alami di alam, pada inang yang sama pun parasitoid memilih inang terbaik yang ditunjukkan dengan kesukaannya untuk menginfestasikan keturunannya pada inang tertentu. Dengan demikian terdapat sebuah proses yang dilakukan parasitoid dalam menyeleksi inangnya. Salt [1934,1935,1937] mengklasifikasikan proses seleksi inang oleh parasitoid terdiri dari tahapan seleksi ekologis [pencarian inang], seleksi psikologis [pemilihan inang], dan seleksi fisiologis [ketepatan inang]. Klasifikasi ini dapat dijabarkan menjadi empat tahap yakni : [1] pencarian habitat inang; [2] pencarian inang; [3] penerimaan inang; dan [4] ketepatan inang.
[Pencarian habitat inang]. Pertamakali parasitoid akan mencari lingkungan tertentu dimana inangnya berada. Hal inilah yang mendasari bahwa inang dan parasitoid akan berada pada habitat yang sama. Laing [1937] menunjukkan bahwa parasit yang siap bertelur pertamakali bukan mencari inangnya akan tetapi mencari situasi yang spesifik. Alysia manducator [Panz] yang merupakan parasitoid belatung yang hidup di dekomposisi bangkai, parasitoid menyerang larva inangnya sebelum daging terdekomposisi. Akan tetapi Jacobi [1939], Edwards [1954], dan Wylie [1958a] kurang sependapat karena mereka berpendapat hanya inang yang terdapat pada daginglah yang terinfestasi mempengaruhi pergerakan serangga betina Nasomia vitripennis. Periode preoviposisi spesies yang tertarik pada habitat tertentu berasosiasi dengan perkembangan ovariannya. Nishida [1956] menemukan bahwa Opius fletcheri Silv. Tertarik pada medium tanpa tergantung keberadaan larva yang menjadi inangnya yakni lalat melon, tapi karena waktu preoviposisi hanya selama 3 hari, serangga betina Opius hanya tertarik selama 4-5 hari. Thorpe dan Caudle [1938] menjelaskan lebih detail bahwa Pimpla ruficolis yang merupakan parasitoid Rhyacionia bouliana Schiff [ngengat pinus]. Serangga betinanya merubah tempat dengan respon penciumannya terhadap bau minyak pohon pinus, perubahan respon penciuman ini berkolerasi dengan tingkat perkembangan ovary. Spesies tanaman tertentu dapat menjadi perhatian dari spesies parasitoid meskipun inang yang tepat tidak terdapat pada tanaman tersebut. Parasit mampu mengabaikan inang yang tepat pada tanaman yang tidak menarik baginya. Muir [1931, p.22] menjelaskan sebuah kasus klasik bahwa phytotropis dari serangga phytopagus dikenali sebagai tapahan awal dalam entomology dan telah dipelajari dan dikomentari oleh berberapa orang, terutama fakta bahwa serangga betina tertarik pada tanaman untuk meletakan telur dimana dia sendiri tidak pernah menggunakan tanaman tersebut sebagai makanannya. Fakta bahwa predator tertentu dan serangga parasit dapat tertarik pada tanaman tersebut terlepas dari keberadaan serangga mangsanya, tidak banyak ditemukan menjadi perhatian. Seperti contoh pada Cyrtorhinus mundulus sangat menarik. Dalam sangkar, serangga ini hidup dan berkembang biak pada jagung dan memakan telur dari leafhopper jagung [Pereginus maidis (Ashm)] sama halnya juga telur pada tebu, dan telur pada perkinsiella. Kejutan terjadi pada penelitian perama di Queensland dimana ditemukan beberapa saja dan sama sekali tidak ditemukan Cyrtorhinus mundulus pada tanaman jagung bahkan ketika pertumbuhan tanaman tebu sudah terinfestasi dengan leafhopper jagung, disaat disekitar tanaman tebu sudah dipenuhi dengan leafhopper tebu. Fenomena dimana serangga parasit kadang-kadang lebih kuat tertarik terhadap tanaman yang menjadi makanan inangnya dibandingkan terhadap inangnya sendiri telah banyak didiskusikan oleh Cushman 1926a; Lang 1937; Picard dan Rabaud 1914; Salt 1935; dan Monteith 1958. Zwolfer dan Kraus [1957] menempatkan pupa cacing tunas pohon fir [Choristomeura murinana Hb secara buatan pada gulungan daun yang menyerupai tanaman oak menggunakan oak tortricids [Tortrix viridiana L dan Archips xylosteana L. Pada situasi ini pupa C. marinana siap untuk diserang oleh Apechthis rufata Gmel, tetapi sebanyak 5.000 pupa secara alami pada pertumbuhan fir yang bersebelahan dengan tanaman oak tidak diserangnya. Temuan ini dinyatakan bahwa A. rufata merupakan serangga parasit yang memiliki tipe tertarik pertamakali pada tanaman yang menjadi makanan inangnya. Verley [1941] mempelajari secara alami proses penemuan inang dari Eurytoma curta Wlkr, dimana serangga betinanya terbang dengan lambat ketika mereka mencapai kepala bunga dimana meraka menunggu disekitar kepala bunga dimana antenanya mengeksplorasi keeradaan inangnya. Dia menyatakan bahwa serangga betina parasit menetapkan kepala bunga sebatai objek special untuk mencari inangnya. Smith [1957] melaporkan bahwa spesies parasit memperlihatkan perbedaan perilakunya pada variasi tanaman yang berbeda dimana inangnya berada [Aonidiella aurantii]. Aphytis Chrysomphali [Mercet] yang direaring pada tanaman Yucca berbanding 1:3 dengan Aphytis lingnanensis, sedangkan pada tanaman sago palm perbandingannya 1:81.
[Pencarian Inang]. Ketika parasit sudah dalam habitat inangnya, dia masih harus mencari lokasi yang tepat dimana individual inangnya berada. Dalam melakukan pencarian lokasi inangnya, serangga betina menyebar secara random dan mengarah pada lokasi tertentu. Angitia sp mencari plutella maculipennis [Curtis] menunjukkan cara tengah antara pencarian yang random dan pencarian yang sistematik. Sensor yang digunakan oleh parasit untuk mendeteksi keberadaan inangnya sering dilaporkan menggunakan insting dan penciumannya. Pimpla bicolor Bouche yang merupakan parasit pupa dari Euproctis terminalia pada pohon cemara di Afrika Selatan dengan cepat menyerang pupa E. terminalia yang telah terbuka kokonnya dihutan hanya dalam beberapa menit saja pupa sudah dikerumuni dengan sekumpulan P. bicolor, normalnya ketertarikan pada pupa yg masih berkokon masih diragukan dibandingkan dengan pupa yang sudah terbuka kokonnya. Perbedaan nyata antara pencarian habitat inang dengan pencarian inang, terletak pada karakter fisik habitat inang dimana terdapat inang Serangga betina Nasonia vitripenis menetapkan kemungkinan keberadaan inangnya dengan penglihatannya kemudian memastikannya dengan penciumannya. Seranga ini juga tidak mengenali perbedaan bau dari pupa yang telah dipindahkan dari habitat aslinya. Pupa yang ditemukan tidak akan langsung dijadikan inang sebelum disentuh oleh antenna serangga. Serangga hanya mendarat pada pupa dan mengelilinginya untuk penyelidikan awal pada jarak 2-3 mm dari pupa dan memulainya dari yang butirannya kecil, respon instan terbesar yang ditunjukkan oleh serangga adalah pada sinar merah yang samar-samar. Kemampuan serangga ini untuk menemukan pupa inangnya berhubungan erat dengan habitat pupa dari spesies inangnya, karena serangga ini lebih menyukai pada pupa di tempat yang kering dibandingkan perkembangan larvanya yang lebih menyukai di tempat kering. Kecenderungan parasitoid mencari salah satu bagian area dari lingkungan dimana kemungkinan besar inangnya berada disebabkan oleh kombinasi preadaptasi kebiasaannya dan menggunakan ketertarikannya yang spesifik dalam memperhatikan lingkungannya. Gerakan memutari wilayah dimana inangnya berada kadang-kadang dilakukan oleh spesies entomophagous. Nasonia cenderung berjalan dan terbang secara lurus jika tidak ada bau inangnya, akan tetapi jika ada dia akan turun dengan frekuensi tertentu pada zona yang baik untuk menrmukan inangnya. Serangga betina Trichogrammaa evanescens Westw bepergian pada garis lurus sebelum menemukan inangnya dan kembali turun pada radius yang dekat setelah meninggalkan inangnya. Beberapa family spesies parasit, mengubah perilaku terbangnya setelah dia menemukan inangnya menjadi membengkok karena pada area yang dekat dengan inangnya secara lebih menyeluruh diinvestigasinya. Banyak parasit menemukan inangnya pertama kali dia menetapkan lokasi jejak inang atau indakatornya di lokasi tertentu. Kotoran dari Macrocentrus ancylivorus menjadi petunjuk bagi Apantales aristoteliae dimana dia mampu secara cepat menemukan inangnya dengan mengikuti jalan yang dibuat oleh inangnya. Solenotus begini [Ashm] yang berjalan memotong pada daun lebih cepat menemukan Phytomyza atricornis Meig yang merupakan inangnya. Reaksi ini menunjukkan ketidak tergantungan pada keberadaan inang yang baik untuk diserang.
[Penerimaan Inang]. Parasit tidak langsung menyerang pada saat telah menemukan inang yang tepat jika stimulannya kurang. Untuk menerimanya parasitoid benar-benar memilahnya. Proses aktifitas memilah-milah ini sebetulnya yang merupakan perilaku parasitoid dalam menyeleksi inangnya. Sementara seleksi psychological menurut Salt terbatas hanya pada pencarian inang yang subur. Karakteristik perilaku aktifitas Nasonia pada pupa Musa domestica L dalam cawan petri, serangga tersebut terbang mengembara tanpa tujuan. Adanya pupa tidak menariknya sampai pada jarak 2-3 mm baru parasitoid turun dan berjalan menuju pupa, berhenti, dan menyentuh pupa tersebut dengan antenanya. Setelah penyelidikan selesai selama 5-10 detik baru dia naik pada pupa tersebut kemudian dia mendorongnya secara pelan menggunakan flagela antenanya secara vertikal dan berpindah dengan cepat naik dan turun mengetuk-ngetuk permukaan pupa dengan ujung antenanya [proses drumming]. Selanjutnya secara tiba-tiba, parasitoid menghentikan proses drumming, melenturkan badannya, dan mulai mengetuk-ngetuk dengan ujung abdomen pada area terbatas di permukaan pupa. Pengetukan ini rupanya untuk menempatkan ujung opivositor pada posisi untuk pengeboran. Sekalinya ujung ovipositor pada posisi lurus dengan bagian badan, ovipositor sepanjangnya ditunjukkan dan serangga betina mulai untuk mengebor pupa. Saat dinding pupa telah tembus dan lubang sudah cukup besar, bagian dalam ovipositor dimasukan. Jika inang tersebut tepat, telur diletakan dan tabung makanan dibentuk. Serangga betina dalam mengeluarkan ovipositor mencari bahan untuk menutup tabung dengan antenanya dan menghisap darah inangnya. Terdapat beberapa serangga yang mengikuti aktivitas nasonia dalam perilakunya untuk menyeleksi inangnya akan tetapi ada juga variasinya. Ada variasi parasit pada proses drumming dimana pada saat kontak dengan pupa, dia berhenti dan menaikinya, atau terus berjalan, kemudian berhenti dan menaikinya lagi. Proses drumming tidak selalu diikuti dengan proses tapping dengan ujung abdomen akan tetapi proses tapping dengan ujung abdomen selalu diikuti dengan proses drilling meskipun dalam durasi yang pendek. Proses tapping selalu dilakukan setelah proses drumming dan proses drilling selalu dilakukan setelah proses tapping. Proses drilling dilakukan ketika pupa telah ditembus. Proses ini dapat dihentikan setelah beberapa detik, kemudian melanjutkan kembali proses drumming untuk pupa yang berbeda dan terjadi secara berulang 2-3 kali sebelum peletakan opivositor. Pada saat ovaries tidak memiliki telur, ujung opipositor tidak terletak pada bentuk intersegmental yang disebut sebagai bentuk feeding-tube. Terdapat empat phase perilaku yang berbeda serangga parasitoid telur ini untuk menerima inangnya yakni [1] pencarian area inang, [2] pencarian pupa dengan penerbangan, [3] proses drumming dan drilling, [4] oviposition dan respon makanan. Meskipun proses drumming dan drilling merupakan aksi yang terpisah, pada kedua aksi tersebut ada atau tidaknya stimuli menentukan respon serangga untuk menerima atau menolak inang. Pada kondisi normal Exidechthis canescens [Grav.] meletakan telur pada Anagasta kuhniella [Zell.] dengan mengkondisikan preimaginal indra penciumannya. Di kondisi perlakuan responnya terhadap inang tersebut untuk meletakan telur dapat diinduksi dengan memberikan inang baru. Serangga Meliphora grisela dapat meletakan telur pada Anagasta kuhniella apabila larva M. grisela tidak berhubungan dengan larva A. kuhniella. Saat E. canescens [Grav.] rearing pada Meliphora grisella dan saat bersamaan direaring juga pada A. kuhniella, E. canescens [Grav.] cenderung memilih bau dari A. kuhniella. Akan tetapi pada saat disatukan dengan dua larva yakni M. grisella dan larva larva A. kuhniella, terjadi penurunan untuk memilih A. kuhniella dari 85% menjadi 66%. Parasitoid bereaksi untuk meletakan telurnya dengan cepat pada inang yang normal. Stimulus untuk proses peletakan telur oleh parasit berasal dari visual pergerakan inang pada jaringan tanaman dan respon sensor penciumannya yang terstimulasi. Stimulus dari pergerakan inang akan efektif apabila sensor penciumannya siap untuk menerima stimulant. Pada beberapa kasus kriteria untuk menerima inang mencakup bau inang, ukuran, lokasi dan bentuk. Pergerakan inang tidak selalu menjadi stimulus untuk dilakukannya penyerangan oleh parasitoid. Dalam studi parasit Nasonia, bentuk, ukuran, kondisi fisiologis dan yang dihasilkan oleh inangnya masih samar untuk dinyatakan sebagai stimulus untuk penerimaan inang, tapi yang diperlukan adalah stimulus kontak kimia, [termasuk faktor pupa] untuk kegiatan penyerangan]. Parasit Tricogramma menolak inang yang tepat disebabkan oleh bau yang dihasilkan parasit sebelumnya saat terjadi kontak dengan inang [spoor effect]. Chemoreceptor pada ovipositor serangga betina parasitoid mampu membedakan kondisi inangnya apakah sehat dan menghindari superparasitism dengan tidak meletakan telurnya pada inang yang bekas diletakan telur. Hanya parasit yang mampu membedakan kondisi inangnya yang mempunyai kebiasaan untuk mempertahankan dulu telurnya daripada menyimpannya pada inang yang tidak tepat. Penyemprotan DDT menyebabkan kelumpuan fungsi mekanisme parasitoid dalam mendiskriminasikan inangnya.
[Ketepatan Inang]. Meskipun parasitoid telah menemukan inang potensial, di habitatnya dan telah menyeleksinya untuk diserang, parasitisasi tidak akan sukses apabila inangnya tersebut tahan dan tidak tepat. Ketepatan inang menjadi faktor pembatas proses parasitisme berhasil. Proses peletakan telur tidak ditentukan oleh sebuah indeks ketepatan inang, akan tetapi ketertarikan parasit terhadap inang sering tergantung pada ketepatan inang tersebut untuk perkembangan embrionicnya. Mesoleius tenthredinis Morley selama 4 tahun memparisitasi Pristiphora erichsonii [Htg] di Kanada, akan tetapi effisiensinya parasitisasinya berkurang drastic di Manitoba dan Saskatchewan. Pada beberapa kasus, inang normal yang tepat dapat menjadi tidak tepat pada tanaman inang dimana mereka hidup. Kelompok parasit hymenoptera seluruhnya mempunyai kemampuan yang lebih dalam membedakan pilihan inangnya dibandingkan dengan kelompok parasit diptera, sehingga proses fase ketepatan inang untuk parasit dipteral lebih penting.

Rudy_Bogor

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama